Funny Feeling, by Dilla Rosa
Hal.189-190
Intruder
sialan! Terbuat dari apa sih mereka?
Aku terus berlari menuju aula
utama Rosa Azura Academy dan mengutuk dalam hati betapa luasnya lorong-lorong
di sekolah ini.Ujian kenaikan level penyihir ke level 4 ini memang gampang ;
kami harus membawa masing-masing satu kantong berisi telur-telur pixie sebelum mereka menetas ke aula
utama. Pixie adalah mahkluk
pengganggu yang kadang bisa sangat buas dengan memakan daging manusia jika
musim kawin.Telur yang kami bawa akan menetas sekitar satu jam lagi. Guna dari
aula utama adalah mematikan telur itu sebelum menetas, karena aura resistansi
aula utama terhadap sihir sangat mengagumkan (selain itu berfungsi sebagai
penangkal sihir hitam yang sewaktu-waktu menyerang sekolah kami).Yah, waktu
satu jam itu memang bukan masalah. Masalahnya adalah aku harus berlari sambil
menghindari serangan para makhluk buatan bernama Intruder. Intruder mungkin
saja hanya puppet yang dikendalikan oleh penyihir level atas disuatu
tempat,tetapi punya kekuatan melumpuhkan (untungnya cuma itu yang mereka punya).
Tapi masalah besar lainnya, jumlah mereka nggak main-main banyaknya. Kekuatan
melumpuhkan mereka bisa membuat kami gugur dan terpaksa mengulang semester
depan. Aku sudah melihat Sebastian gugur padahal sihir apinya lebih bagus dari
yang lain gara-gara dikeroyok 4 intruder dan Celeb masih bertahan dengan sihir
es nya. Dan aku, dengan keahlian sihir penyembuh satu-satunya yang bisa kuandalkan
harus bertahan dengan lari dan bersembunyi. Pathetic.
Arunee, kau harus lulus kali ini,
gumamku dalam hati. Aku sedikit menyesal mengetahui rahasia sekolah asrama ini
setahun lalu dan membuatku terpaksa harus menjadi muridnya. Pada awalnya aku
hanya siswi SMA biasa yang terlibat insiden dengan Keane, siswa Rosa Azura
Academy . Sebuah sekolah
asrama internasional (Cuma kedok sih). Untuk membuatku tetap tutup mulut, First
si Kepala Sekolah memaksaku masuk sekolah ini dan aku ikut terseret masalah di
dalamnya. Tapi setidaknya aku menyadari aku punya bakat sihir. Sedikit.
Aku
memang sering mengalami kesialan disini dan bahkan aku harus terpeleset disaat
ujian seperti ini. Menimbulkan suara bedebam keras dan aku merasakan kakiku
sakit. Aku terkilir. Sial!Sial!Sial!
Aku bisa mendengar langkah berat Intruder semakin dekat. Aku mengeluarkan
segenap tenaga untuk menyembuhkan kakiku. Ya Tuhan, bisakah waktu berhenti
untukku? Tapi kemudian aku terkejut. Seseorang tiba-tiba menarikku dan
membawaku berlari dengan menggendongku. Keane. Seharusnya aku tidak terkejut.
Tapi aku masih berdebar ketika bersamanya.
I’m still feeling funny about him.Aku hanya mampu diam saat dia
menggendongku. Ini sah nggak sih kalau ke aula utamanya sambil digendong kakak
kelas?
“So?” aku membuka percakapan. Kalau nggak
aku bisa pingsan karena tegang dan kesakitan. Keane diam.
“Arunee,
banyak ya yang rasanya harus dikejar antara kita berdua.” Akhirnya Keane
menjawab. Tapi jawabannya aneh.
“Maksud
loe—eh, maksud kamu?” Damn!Kelamaan
liburan pulang kampung malah membuatku kembali ke bahasa loe-gue.
“Udah
lama nggak ngobrol pakai aku-kamu ya?” ejek Keane angkuh.
“Maksud
kamu tadi apa?Banyak yang harus dikejar?Apa yang harus dikejar?”tanyaku kesal.
Sadarlah, dalam keadaan seperti ini kita lah yang dikejar tauk!
“Banyak.
Aku pergi tanpa bilang apa-apa, aku nggak ada pas ulang tahun kamu, aku nggak
ada pas kamu sakit---“ Tiba-tiba kata-katanya terputus, serangan Intruder hampir
mengenai kami. Keane melancarkan mantra petir sambil mengumpat.
“Wah
itu sih jangan dipikirin. Beneran deh, I’m
completely fine, kok” Aku berusaha membuatnya fokus tapi pikiranku sendiri
kemana-mana. Aku tahu dia menghilang kemana sejak dua bulan lalu. Kepala
Sekolah First memberitahuku bahwa Keane
harus kembali ke Kerajaan Armaina, kerajaan kecil penyeimbang dunia sihir dan dunia
‘normal’ karena ada gangguan disana. Walau statusnya masih siswa, tapi dia
termasuk prajurit Alfa Grande karena sudah menguasai sihir level 7. Jadi, tahu kan penyebab sifat
arogansinya itu darimana? Yang nggak fine
dari itu semua adalah dia disana sama Nada, bangsawan Armaina yang dijodohkan
dengannya. I’m trying to understand
bahwa mungkin Keane hanya menganggapku adik. Semua perhatiannya yang ditunjukan
dengan cara yang aneh hanyalah fatamorgana. Lagian siapa sih aku dibanding Nada?I’m nothing.Aku terlalu berharap. Namun
aku berharap dia nggak akan membantuku lebih jauh lagi di ujian ini. Itu akan
menimbulkan masalah bagi kami.
“Arunee,
kasih aku kesempatan.” Gumam Keane sambil mengatur nafasnya. Aku berusaha
mencerna kata-katanya, tapi yang dilakukannya justru membuat pikiranku mati
ditempat. Dia mencium ujung kepalaku. Aku terbelalak. Otot-ototku kejang, hentakan
langkah Keane yang menggendongku tidak terasa di tubuhku “Because I chose you… Itu kalau perasaan kamu ke aku belum berubah.”
Keane terus berbicara. Dia sadar nggak sih kita lagi dikejar puppet dan membawa telur yang nggak
boleh menetas?Bahkan keberadaannya disini itu pelanggaran. Belum lagi
membantuku ujian dan menyatakan cinta padaku padahal dia tunangan bangsawan?
Aku harusnya tahu bersekolah disini itu petaka! Lalu aku mendengar bunyi itu.
Bunyi ‘krak’ halus dan mengerikan.
“Arunee,
would you give us a chance?” Keane
kembali bertanya. Tapi aku terlalu takut menjawab.Aku sepenuhnya mendengar
bunyi retakan ringan di kantung yang ada dipinggangku. Ya Tuhan, tidak…
telur-telur itu akan menetas.
“Arunee?”
Keane menatapku, dan terkejut melihatku menangis. Kebingungan dan ingin
bertanya, tapi kemudian dia terpaku. Ia juga mendengar suara derak yang
menggelisahkan itu. Sambil mengumpat berkali-kali, ia memelukku erat dan
berlari sekuat tenaga. Sesekali dia melancarkan berbagai mantra kepada Intruder
yang ditemuinya.
Aku
tetap menangis walau Keane dengan caranya yang lucu membentak sekaligus membujuk
pasrah menenangkanku. Aku tahu aku sudah gagal dalam ujian ini. Jika nanti
telur ini tidak jadi menetas, digendong Keane sampai aula utama sudah menjadi alasan
kuat aku harus mengulang semester depan.
Tapi
ada secuil perasaan lega dihatiku. Keane memilihku. Aku tidak peduli lagi jika
Nada akan terus mengibarkan bendera perang dan mengintimidasiku. Aku tidak
peduli. Setidaknya pernyataan Keane ini akan membantuku melewati ujian semester
depan.
Yeah, if it’s end, I’ll say I want to give
us another chance.
No comments:
Post a Comment