Sunday, April 8, 2012

[HOLIDAY WRITING CHALLENGE] Pindahkan Genrenya! :Funny Feeling

 Funny Feeling, by Dilla Rosa
 Hal.189-190

Intruder sialan! Terbuat dari apa sih mereka?
Aku terus berlari menuju aula utama Rosa Azura Academy dan mengutuk dalam hati betapa luasnya lorong-lorong di sekolah ini.Ujian kenaikan level penyihir ke level 4 ini memang gampang ; kami harus membawa masing-masing satu kantong berisi telur-telur pixie sebelum mereka menetas ke aula utama. Pixie adalah mahkluk pengganggu yang kadang bisa sangat buas dengan memakan daging manusia jika musim kawin.Telur yang kami bawa akan menetas sekitar satu jam lagi. Guna dari aula utama adalah mematikan telur itu sebelum menetas, karena aura resistansi aula utama terhadap sihir sangat mengagumkan (selain itu berfungsi sebagai penangkal sihir hitam yang sewaktu-waktu menyerang sekolah kami).Yah, waktu satu jam itu memang bukan masalah. Masalahnya adalah aku harus berlari sambil menghindari serangan para makhluk buatan bernama Intruder. Intruder mungkin saja hanya puppet yang dikendalikan oleh penyihir level atas disuatu tempat,tetapi punya kekuatan melumpuhkan (untungnya cuma itu yang mereka punya). Tapi masalah besar lainnya, jumlah mereka nggak main-main banyaknya. Kekuatan melumpuhkan mereka bisa membuat kami gugur dan terpaksa mengulang semester depan. Aku sudah melihat Sebastian gugur padahal sihir apinya lebih bagus dari yang lain gara-gara dikeroyok 4 intruder dan Celeb masih bertahan dengan sihir es nya. Dan aku, dengan keahlian sihir penyembuh satu-satunya yang bisa kuandalkan harus bertahan dengan lari dan bersembunyi. Pathetic.
            Arunee, kau harus lulus kali ini, gumamku dalam hati. Aku sedikit menyesal mengetahui rahasia sekolah asrama ini setahun lalu dan membuatku terpaksa harus menjadi muridnya. Pada awalnya aku hanya siswi SMA biasa yang terlibat insiden dengan Keane, siswa Rosa Azura Academy. Sebuah sekolah asrama internasional (Cuma kedok sih). Untuk membuatku tetap tutup mulut, First si Kepala Sekolah memaksaku masuk sekolah ini dan aku ikut terseret masalah di dalamnya. Tapi setidaknya aku menyadari aku punya bakat sihir. Sedikit.
            Aku memang sering mengalami kesialan disini dan bahkan aku harus terpeleset disaat ujian seperti ini. Menimbulkan suara bedebam keras dan aku merasakan kakiku sakit. Aku terkilir. Sial!Sial!Sial! Aku bisa mendengar langkah berat Intruder semakin dekat. Aku mengeluarkan segenap tenaga untuk menyembuhkan kakiku. Ya Tuhan, bisakah waktu berhenti untukku? Tapi kemudian aku terkejut. Seseorang tiba-tiba menarikku dan membawaku berlari dengan menggendongku. Keane. Seharusnya aku tidak terkejut. Tapi aku masih berdebar ketika bersamanya. I’m still feeling funny about him.Aku hanya mampu diam saat dia menggendongku. Ini sah nggak sih kalau ke aula utamanya sambil digendong kakak kelas?
            So?” aku membuka percakapan. Kalau nggak aku bisa pingsan karena tegang dan kesakitan. Keane diam.
            “Arunee, banyak ya yang rasanya harus dikejar antara kita berdua.” Akhirnya Keane menjawab. Tapi jawabannya aneh.
            “Maksud loe—eh, maksud kamu?” Damn!Kelamaan liburan pulang kampung malah membuatku kembali ke bahasa loe-gue.
            “Udah lama nggak ngobrol pakai aku-kamu ya?” ejek Keane angkuh.
            “Maksud kamu tadi apa?Banyak yang harus dikejar?Apa yang harus dikejar?”tanyaku kesal. Sadarlah, dalam keadaan seperti ini kita lah yang dikejar tauk!
            “Banyak. Aku pergi tanpa bilang apa-apa, aku nggak ada pas ulang tahun kamu, aku nggak ada pas kamu sakit---“ Tiba-tiba kata-katanya terputus, serangan Intruder hampir mengenai kami. Keane melancarkan mantra petir sambil mengumpat.
            “Wah itu sih jangan dipikirin. Beneran deh, I’m completely fine, kok” Aku berusaha membuatnya fokus tapi pikiranku sendiri kemana-mana. Aku tahu dia menghilang kemana sejak dua bulan lalu. Kepala Sekolah First memberitahuku bahwa  Keane harus kembali ke Kerajaan Armaina, kerajaan kecil penyeimbang dunia sihir dan dunia ‘normal’ karena ada gangguan disana. Walau statusnya masih siswa, tapi dia termasuk prajurit Alfa Grande karena sudah menguasai sihir level 7. Jadi, tahu kan penyebab sifat arogansinya itu darimana? Yang nggak fine dari itu semua adalah dia disana sama Nada, bangsawan Armaina yang dijodohkan dengannya. I’m trying to understand bahwa mungkin Keane hanya menganggapku adik. Semua perhatiannya yang ditunjukan dengan cara yang aneh hanyalah fatamorgana. Lagian siapa sih aku dibanding Nada?I’m nothing.Aku terlalu berharap. Namun aku berharap dia nggak akan membantuku lebih jauh lagi di ujian ini. Itu akan menimbulkan masalah bagi kami.
            “Arunee, kasih aku kesempatan.” Gumam Keane sambil mengatur nafasnya. Aku berusaha mencerna kata-katanya, tapi yang dilakukannya justru membuat pikiranku mati ditempat. Dia mencium ujung kepalaku. Aku terbelalak. Otot-ototku kejang, hentakan langkah Keane yang menggendongku tidak terasa di tubuhku “Because I chose you… Itu kalau perasaan kamu ke aku belum berubah.” Keane terus berbicara. Dia sadar nggak sih kita lagi dikejar puppet dan membawa telur yang nggak boleh menetas?Bahkan keberadaannya disini itu pelanggaran. Belum lagi membantuku ujian dan menyatakan cinta padaku padahal dia tunangan bangsawan? Aku harusnya tahu bersekolah disini itu petaka! Lalu aku mendengar bunyi itu. Bunyi ‘krak’ halus dan mengerikan.
            “Arunee, would you give us a chance?” Keane kembali bertanya. Tapi aku terlalu takut menjawab.Aku sepenuhnya mendengar bunyi retakan ringan di kantung yang ada dipinggangku. Ya Tuhan, tidak… telur-telur itu akan menetas.
            “Arunee?” Keane menatapku, dan terkejut melihatku menangis. Kebingungan dan ingin bertanya, tapi kemudian dia terpaku. Ia juga mendengar suara derak yang menggelisahkan itu. Sambil mengumpat berkali-kali, ia memelukku erat dan berlari sekuat tenaga. Sesekali dia melancarkan berbagai mantra kepada Intruder yang ditemuinya.
            Aku tetap menangis walau Keane dengan caranya yang lucu membentak sekaligus membujuk pasrah menenangkanku. Aku tahu aku sudah gagal dalam ujian ini. Jika nanti telur ini tidak jadi menetas, digendong Keane sampai aula utama sudah menjadi alasan kuat aku harus mengulang semester depan.
            Tapi ada secuil perasaan lega dihatiku. Keane memilihku. Aku tidak peduli lagi jika Nada akan terus mengibarkan bendera perang dan mengintimidasiku. Aku tidak peduli. Setidaknya pernyataan Keane ini akan membantuku melewati ujian semester depan.
            Yeah, if it’s end, I’ll say I want to give us another chance.

No comments:

Post a Comment