Monday, August 6, 2012

Bloody,flesh,leather..errr..


dasar tukang jagal maniak gila


Kakak kost gue,sebut aja Mbak Peewee ,adalah sosok umur 23 taon didalam tubuh anak 15 taon. Mungil,putih,manis,rambut kayak Geum Jan Di nya film Drama Korea Boys Before Flower. Definitely, she's so cute.

But don’t judge the book by its cover, yah..itu semua hanya kamuflase.

Dia ntu punya hobi yg gak stabil.



Hah?



Eer,dia hobby banget liat film2 thriller bantai2 an. Sebut saja salah satunya, SAW series. Semua film yang menayangkan pembantaian itu bisa dilahapnya layaknya kita nonton sinetron (wait, I'm not kindda watching sinetron ya... Cuma wajar nggak sih liat orang dimutilasi dengan santai??)



Dan dia always pasang wajah 'biasa saja'. datar. tiss statis gak berubah. lempeng gitu kalo liat film2 pembantaian. Kadang dia berseru senang seakan itu pertandingan bola dimana moment gol tercipta. Atau kadang komentar dengan saklek “Kenapa harus gitu sih? Coba kalo korbannya dixxxxxx atau dixxxxxxx dulu. Lebih seru. Ini mah terlalu cepet matinya.” Tuh. Psiko gila.

 Mungkin sebagian orang akan menganggap film2 semacam SAW atau Texas Chainsaw Massacre adalah keren. Film2 yang bisa membuat penontonnya memiliki strata lebih tinggi daripada yang sekedar liat film action Jackie Chan. Bahkan di status facebook temen gue ada yang mengatakan kalo liat film The Raid nya Iko Uwais (menurut gue film itu emang sadis tapi masih bisa gue tolerir dan harus gue akui seru) itu nggak sebanding sadisnya dari film SAW yang selama ini dia lihat. Katanya The Raid itu berasa liat Happy Tree Family (Kartun yang tak akan pernah gue lihat).

Tapi bagi gue, film seperti itu nggak keren. Asli. Biarpun itu film efeknya nyaris seperti sungguhan atau banyak yang bilang ‘lo nggak liat SAW, lo nothing’ bagi gue film seperti itu nggak akan membuat gue kagum. Jujur saja, gue ini mungkin nyalinya ciut. Atau punya penyakit dimana melihat darah akan lemas seketika. Melihat tikus yang ditenggelamkan atau dibakar hidup-hidup saja sudah membuat gue muak. Pernah gue mau kolaps gara-gara membawa darah dari PMI buat ibu gue yang dirawat di RS. Ada perasaan seperti ini “gue lagi membawa benda yang seharusnya ada dalam tubuh. bukan diluar tubuh.” 

Maka dari itu ketika melihat film2 pembantaian ada perasaan menggelisahkan ketika melihat orang lain disiksa sebelum dibunuh. Pernah kepikir bagaimana kalau yang dibunuh itu orang kita kenal? Bahkan dekat dengan kita? Atau bahkan kita sendiri? Yap. Gue selalu mikir (padahal gue udah mati2an menghindari pemikiran ini) kalau posisi si korban adalah gue. Apa yang musti gue lakukan? Jelas nasib gue antara kematian dan menanti keajaiban.

Tuhan, nggak menciptakan kita dalam sehari (walau Dia bisa melakukannya) ada proses dimana kita dari daging dan darah ke bentuk sempurna dan butuh waktu seenggaknya 8-9 bulan. Tapi di film-film itu sepertinya nyawa itu bisa dibeli di toko. Jadi nggak masalah gitu kita nyiksa2 hingga dia mati. Nggak berharga sama sekali.

Proses kematian yang seperti itu yang sebenernya nggak bisa gue terima, walau di dunia nyata pun ada proses kematian yang sadis. Tapi sangat disgusting sekali proses kematian yang sadis itu dijadiin hiburan. Ditonton dan dikomentari. Playing God banget, kayak kita bisa bikin nyawa dan mempermainkan nyawa.

Tapi biasanya di film2 , yang dibantai kan orang jahat?

Biasanya film yang pernah gue lihat (dengan terpaksa), pembunuhnya yang penjahat gila.

Tapi di film SAW nggak. Kebanyakan orang jahat.

Dr. Saw kan gila. Lalu apa guna hukum?

Hukum nggak guna buat orang kayak gitu! Bantai aja!

Trus, kalo udah dibantai apa akan menyelesaikan masalah2 lainnya?

Seenggaknya berkurang sampah masyarakat.

Hmm, pembunuhnya juga penjahat. Bisa2 dia bunuh orang gak berdosa juga.

Pokoknya kan bukan gue yang bunuh.

Tapi ikut menikmati pembunuhan itu kan? Apa itu membuat lo jadi bebas dosa?

Menurut gue, kematian tetap milik Tuhan.

Itu kan cuma film!

Banyak kok pembunuh betulan yang terinspirasi film.

Yang penting gue nggak, kan?

Yah, walaupun gue mau koar2 kalau film2 itu nggak keren, juga nggak akan menghentikan para penikmat film2 tersebut untuk tetap menonton. Ini memang masalah selera dan persepsi. Selera gue memang film2 thriller (bukan sejenis yang menampilkan adegan penyiksaan), sejarah atau yang muter otak macam The Prestige dan Saving Private Ryan. Persepsi gue mempermainkan nyawa manusia pake instrument penyiksaan itu bukan hiburan. Penikmat film nggak ubahnya penikmat musik, beda2. Jadi yaaah, gue cuma bisa ngejudge “Film pembantaian itu nggak keren’’ tapi bukan hak gue melarang orang yang mau melihatnya untuk melihatnya. I’m just showing my opinion.

PS. Walaupun Abang Chester Bennington tercinta pernah main film SAW, gue GAK AKAN PERNAH mencoba melihatnya. Liat orang lain disiksa aja ogah apalagi orang yang gue cintai? :p


No comments:

Post a Comment