Wednesday, December 4, 2013

BACK TO THE PAST ( ANGGUN KATALINA_)

Title : Saving Private Abe



     “Aku melihat kematian, Sir. Seseorang di sini akan mati.” ada nada getir dalam kalimat gadis itu.   “Siapa?” tanyaku geli. Apa gadis ini gila sehingga berani bicara seperti itu?
 Siapa yang akan mati?.
Dia menatapku tapi pandangannya berubah gelap “Anda. Anda lah orangnya, Sir.”.
    Oke. Gadis ini memang gila. Aku memang didiaknosa mengalami gejala melancholia, tapi gadis ini yang tidak waras. 
Menyamar sebagai pembantu lalu ke kamarku dan mengatakan akan menyelamatkanku, sekarang dia bilang bahwa aku akan mati.Itu benar-benar di luar akal sehat. 
   “Ini yang kau sebut menyelamatkanku dengan mengatakan aku akan mati? Sungguh brilian. Lalu, aku harus apa? Menyiapkan pemakamanku sendiri?” tanyaku dengan nada satir. 
    “Tidak!Bukan begitu maksudku, Sir! Tolong dengarkan aku!” dia membentakku. Ya Tuhan, gadis itu bahkan berani membentakku. 
   “Tanggal 14 April nanti, Anda jangan kemana-mana. Anda hanya boleh berada disini dan dimanapun dimana Anda tidak lepas dari pengawasan para pengawal Anda. Mengerti, Sir?” ujarnya tegas seperti ucapan ibuku saat menyuruhku untuk menurutinya.  Sudah berani membentakku, sekarang dia malah memerintahku. 
    “Jelaskan kenapa aku harus menuruti omong kosongmu.” ujarku kesal. “Karena tanggal 14 April, Anda akan ditembak oleh seorang aktor gila bernama John Booth. Dia adalah mata-mata pasukan Konfederasi yang membenci kebijakan Anda soal perbudakan. Yah, aku tahu kita sudah lepas dari perang saudara akibat perbedaan pendapat soal budak, tapi sisa-sisa pendukung semakin membenci Anda. Anda akan dibunuh saat Anda dan keluarga menghadiri pertunjukan di Ford’s Theatre.” jelasnya panjang. 
     Aku tertegun. Aku tahu bahwa ada latihan drama disana. Aku memang tertarik melihatnya, sebuah drama berjudul Our American Cousin akan dipentaskan. 
    “Anda akan mengalami luka tembak di kepala karena peluru kaliber 44. Anda akan koma selama sembilan jam dan meninggal keesokan harinya. Maaf Sir atas ucapanku, tapi yakinlah aku sangat mengagumi Anda dan aku tidak mau Anda meninggal secara tragis seperti itu. Sekarang, Anda hanya perlu menangkap si Booth gila itu!” akhirnya tangis gadis itu pecah. 
     Aku menghela nafas “Aku tidak bisa menangkap sembarang orang tanpa bukti. Itu melanggar hukum, lagipula sebagai seorang mantan pengacara, aku bahkan bisa bilang tindakanmu lah yang melanggar hukum.  Kau bisa dihukum berat.”
Gadis itu tercengang, tangisnya terdengar agak lebih keras. Aku geli menatapnya 
      “Tapi aku kan’ bukan pengacara lagi jadi aku tak akan menuntutmu. Nah Nona, siapa namamu?” tanyaku. 
      “Sarah. Sarah Anderson.” jawabnya lemah. 
    “Sarah. Nama yang bagus. Itu nama dua orang wanita yang paling penting buatku. Nama saudariku dan nama ibu tiriku. Keduanya meyayangiku dan menjagaku semenjak ibu kandungku meninggal. Sekarang seorang ‘Sarah’ lainnya berusaha menyelamatkanku. Aku sangat beruntung.” aku tertawa kecil, “Lalu dari mana asalmu?”. 
    Dia terdiam cukup lama sebelum menjawab “Anda akan menganggap ini lucu dan gila, tapi aku berasal dari tahun 2012.”.Aku tertawa  dan berkomentar pelan“Oh, itu memang jawaban lucu dan gila. Tapi jika kau memang berasal dari sana, aku mau tanya bagaimana keadaan negara kita? Apakah masih ada perbudakan?” 
     Gadis itu mengusap matanya dengan saputangan yang kuberikan “Yaah, kita adalah negara yang maju. Menguasai banyak hal dan tidak ada perbudakan atau pembagian kelas berdasar warna kulit. Kita menjunjung tinggi hak asasi manusia. Masalah sosial kita cuma bagaimana menghilangkan sentimen dan paranoid terhadap banyak hal. Tapi tidak ada budak. That’s it.” jawabnya santai.  “Artinya apa yang diperjuangkan olehku dan pasukan Union berhasil? Tidak ada perbudakan dan kita hidup sebagai manusia yang memiliki hak yang sama.”ujarku. 
     “Tapi Sir,kau tak harus mati dengan cara seperti itu! Matilah dengan tenang. Setelah kepergianmu, istrimu akan dibawa ke asylum karena stress akan kepergianmu. Tidakkah kau kasihan padanya?” gadis itu berujar gusar dan aku ikut gusar karena ucapannya. 
     Aku duduk di ranjangku dengan lemah dan berusaha menenangkan diri. Lalu aku menatap gadis itu dan memegang pundaknya “Sarah, Aku kasihan pada Mary karena aku mencintainya. Tapi jika memang keluargaku harus jadi tumbal untuk kesadaran negara ini akan persamaan hak manusia, itu akan sangat pantas. Tapi jika aku tetap hidup dan menangkap mata-mata bernama Booth itu, hal itu akan membuat Booth-Booth lainnya berusaha membunuhku.” jelasku. 
   “Tapi…” Sarah berusaha menjawab tapi kutahan, 
     “Aku pikir, jika aku mati karena kebencian kelompok Konfederasi bukannya akan semakin banyak warga negara ini yang akan bersimpati dan menyadari akan cita-cita awal terbentuknya negara ini? Kebebasan. Kebebasan beragama, kebebasan mencari penghasilan. Kebebasan hidup. Tidak hanya kulit putih tapi semua manusia. Akan kuberitahu, kematian akan membuat sebuah cita-cita semakin penting dan heroik.” aku mengedipkan mata. Sarah diam saja. 
    “Lalu apakah aku jadi terkenal setelahnya?” tanyaku bergurau.
    Sarah tertawa lemah “Ya. Kau terkenal Sir. Salah satu dari tiga presiden terbaik negara ini. Wajahmu saja diukir di gunung.” jawabnya. “Ya ampun, berarti aku bisa mati dengan tenang.” aku tergelak bersamanya, menertawakan diriku yang akan menghadapi kematian dan begitu mudah mempercayai anak ini. 
   “Sir, waktuku tinggal tiga menit lagi. Aku sudah gagal merubah sejarah dan menyelamatkan idolaku dari kematian tragis. Adakah kata-kata terakhir untukku?”. Aku berpikir lalu tersenyum sambil menatap mata gadis itu sungguh-sunnguh 
    “All men are created equal. Kau harus yakin itu.”.
   Sarah tersenyum, “Aku yakin, Sir” setelahnya ada kemilau putih di tubuh Sarah. Seperti butiran debu di lintasan sinar, tubuh Sarah berubah bercahaya. “Sir, sebelum aku pergi, presiden kami saat ini adalah Afro-Amerika yang pertama menjabat sebagai presiden. Dia disumpah memakai alkitab yang sama denganmu saat disumpah menjadi presiden.” Sarah menghilang. 
Aku tercengang.
 Berusaha mengumpulkan kesadaranku yang bertebangan. Aku berbaring menenangkan pikiranku. Mungkin Sarah hanya khayalanku, mungkin dia malaikat yang memberitahukan kematianku, atau dia memang benar-benar dari masa depan. Tapi ada kelegaan dalam diriku. Cita-citaku semenjak menjadi pengacara untuk membela hak para budak tercapai di masa depan.
   “Sarah Anderson, sudah kukatakan jangan main-main dengan time slip machine itu! Sejarah mana yang sudah kau buat berantakan, hah?!” suara yang menggelegar itu mengagetkanku. Memanggilku dengan nama lengkap menandakan dia marah besar. 
   “Aku mencoba membuktikan teori Stephen Hawking bahwa bumi bisa berhenti mengembang dan kembali ke masa lalu serta mampu memperbaiki kesalahan yang dibuat manusia.” jawabku kalem.   “Astaga, ilmuwan itu bahkan meralat teorinya, you damn idiotta! Kau tak bisa mengubah sejarah ataupun berusaha memperbaikinya. Kau akan menciptakan katastropi lainnya,kekacauan yang lebih besar!” bentaknya. 
   “Aku tahu Profesor Farrell. Aku tahu sejarah tidak untuk dirubah walau kita punya kemampuan untuk itu. See, world isn’t changed anyway.” jawabku santai. Profesor Farrell lebih tenang sekarang,  “Ingatkan aku untuk meledakkan benda itu nanti,” ia menunjuk mesin silindris seukuran manusia “Lalu kau tadi kemana?” 
Aku tersenyum 
“Ke tahun 1865. Aku bertemu dengan Abe.”
Di sela-sela Rapat Kabinet Amerika Serikat, 1865.
Abraham Lincoln menikmati obrolan santai dengan para anggota kabinetnya,
 “Kalian tahu, aku bermimpi aneh. Aku bermimpi melihat para pelayat di pemakaman White House. Mereka menangis, Aku bertanya kepada salah seorang pelayat siapa yang meninggal, dan dia menjawab ‘Presiden’” ujar Abraham Lincoln.
 Para anggota kabinet tersentak.
 Abe alias Abraham Lincoln, presiden ke 16 Amerika Serikat tertawa pelan “lalu aku melihat wajahku sendiri di peti mati. Itu mimpi yang hebat, bukan? Mungkin harusnya aku menjadi peramal setelah pensiun dari tugas presiden” jawaban Abraham Lincoln membuat para anggota kabinet salah tingkah, tapi lantas mereka menganggap presiden mereka hanya sedang memiliki rasa humor menakutkan hari itu. Humor yang akan menjadi kenyataan seminggu setelahnya. 
Abraham Lincoln tahu itu bukan mimpi. Seorang Sarah telah memberitahunya.
  

Monday, August 6, 2012

If My Life Just Like a Korean Drama, I hope it has a Happy end :")


Gue nggak tau harus dinamakan apa perasaan gue.

Masochism maybe.

Gue emang seneng akhirnya Monki memilih gue. Siapa sih yang nggak suka perasaannya kesambut?

Tapi gue akhirnya tau si Monki nerima gue Cuma karena dia nggak keberatan, nggak merugikan, dan yah…intinya ngejaga perasaan gue atau kasarnya …kasihan.

Gue belajar public relationship looh dari hubungan ini, hebat kan? Hubungan itu ternyata bisa didapat karena kompromi. Nggak perlu dua orang saling suka. Cukup sepakat kita jalan, oke beres. Said that I’m yours, and you’re mine walau perasaan nggak sejalan ucapan.

Bodoh? Stupid? Urat malu putus? Nggak punya harga diri? Sebut aja semua, gue nggak butuh sebutan kek gitu. Gue lebih seneng nyebut diri gue manusiawi. gue membunuh eksistensi ID dan ego gue, mungkin Pak Freud bakal gampar gue deh kalau dia hidup lagi ^^;



Hubungan kita diawali LDR. Dia jarang SMS, tapi kadang telepon. Kalau sama-sama onlen ya kita chatting (gue bela2in punya aplikasi fb chat. Berharap tiap sore dia onlen. Betapa senengnya gue ketika nickname dia ada di fb chat setiap sore jam 5 an K). Kencan pertama di dealer, check up in motornya. Tapi gue masih merasa perasaan ini satu arah. Okelah, anggap saja gue fokus ke tujuan, jadi gue tetap bertahan soalnya gue belum mau menyerah.

Tapi semakin lama gue merasa tersiksa sama sikapnya yang seperti tak menginginkan gue tapi masih ngasih gue kesempatan dengan berusaha ngerubah gue. Gue lari ke temen-temen gue, curhat sejadi-jadinya lewat telepon maupun SMS.



Mr. K si mata rubah dengan brutal memaki “Gak ada hubungan yang satu arah kayak gitu, baka!(dasar ucapannya gak pernah manis ke gue, tapi kelakuannya kadang ajaib sih ke gue)”



Mr. I  yang mengaku hanya gue lah cewek pertama yang mau dia dekati (dia sih nggak nganggap gue cewek soalnya -___-“) menjawab dengan sabar “Udah, belom telat kok. Akhiri saja.”



Nona J malah mengatakan dengan datar (tapi dari dulu cuma berwajah statis lah kelebihan dia) “Sudah kubilang kalian itu nggak ada cocok-cocoknya. Makane aku nggak yakin sama kalian. Tapi itu urusan kalian.”



Miss L, sahabat gue yang bisa dibilang ‘my closest friend and my best enemy” dengan frontal marah-marah “Cowok macam apa yang nuntut kamu ini itu? Suruh dia pacaran sama Barbie!” Dia emang gak bisa bermulut manis sebagai cewek -____-



Intinya jika di resume semua komentar menyarankan gue putus.



Malah komentar berbeda datang dari mantan yang secara ajaib menjadi sahabat

“Aku tau kok si Monki  anaknya kayak gimana. Sabar aja. Dia emang masih kayak anak kecil. Kamu bisa kok sama dia. Pacarku juga n**t (tapi lo kan emang suka cewek ukuran lebih -___-“). Jadi, aku minta jagain sahabatku ya?”

Entah kenapa, denger advicenya gue jadi bangkit lagi dan memutuskan terus berjuang. No, gue nggak ada perasaan lagi sama si mantan. Perasaan gue cenderung seperti cinta platonic yang mirip cinta adek ke kakak. Ketika gue dan mantan gue ngobrol soal masa lalu dan jabarin masalah-masalah yang belum terselesaikan, akhirnya kita saling memaafkan dengan lega. Gue baru tahu dia masih suka gue pas baru putus dulu dan keluarganya mengharap gue jodoh sama dia. Dan dia cukup terkejut waktu tau emak gue mulai nyari-nyari dia setelah di’musuhi’ sedemikian rupa. Tapi kita cuma ketawa aja mengingatnya. Hubungan kami dimulai lagi dengan kata ‘friendship’



Back to my current love, ternyata perjuangan gue juga nggak mulus. Pertama datang dari mantannya Monki yang gue kasih nama Voldermote (maaf ya Tante J.K Rowling, maen asal comot) yang masih aja ngebet deketin Monki dengan SMS manja super childish dan telepon pagi-siang-sore (Hei gue aja nggak pernah!) ke Monki walau tau dia udah sama gue. Monki dengan kurang ajarnya masih nanggepin dan dengan entengnya ngejawab ‘enak ngeliat reaksi anak kecil kek gini” hiiih, nggak sebel gimana coba? Apalagi si Voldermote cilik ini malah minta balikan. Kata Miss L sih nggak baek berantem sama anak kecil. Tapi ini anak antara kurang ajar dan minta dihajar.



Lalu ada lagi stranger aneh yang ngejodoh-jodohin si Monki sama temennya Nona Jilbab A. Udah tau juga dia punya pacar masih dijodohin. Sumpah, gara-gara stranger itu gue jadi muak lihat sinetron KCB. Pemeran2nya ngingetin sama manusia jenis itu (anggep gue setan iblis demit GUE NGGAK PEDULI!) dan Monki juga kayaknya nggak peduli dan menikmati dijodohin seperti itu. Yah terserah deh, emang Nona Jilbab A kemana-mana jauh lebih bagus dari gue. Toh gue juga curiga jangan2 Nona Berjilbab ini sebenernya juga nggak nganggap Monki teman biasa.

Yang bikin syok itu ternyata Nona J juga naksir si Monki. Hei, tolong.. gue nggak mau rebutan cowok apalagi sama sohib sendiri. Tapi Nona J bilang kalau dia sudah nemu yg lebih baik. Entah itu beneran atau menjaga perasaan gue yang jelas gue merasa nggak enak.



Walau akhirnya dia sering main ke rumah, ngajak jalan sebentar,nganterin gue balik ke terminal (ngampus atau masa PPL), kalo LDR intens telepon lebih sering, SMS ya suka ngebales, bahkan pas ultah gue Agustus lalu dia dengan ‘romantisnya’ bikin video yang diupload lewat ut*be. Berasa melayang gitu ya, LDR masih sempet ngasih kado dari jarak jauh. Nggak meleleh gimana coba??

tapi tetep perasaan gue masih satu arah.

Bahkan September gue sempet mau putusin dia, tapi gue nawarin dia buat mutusin gue. Dia bilang nggak masalah kalau kita putus.Gue marah tapi gue ---entah kenapa goblok banget--- masih berusaha mempertahankan hubungan gue. Gue tetep jalan sama dia.

Sebulan setelahnya, gue merasa lebih deket lagi sama dia. Kita sama-sama mulai terbuka sama masalah kita. Kencan paling berkesan pas dia sama gue liat pasar malam. Dia juga ngasih gue boneka Shaun the Sheep (soalnya gue jatuh cinta sama kartun domba-domba itu ><) Gue jadi merasa gue masih punya harapan bikin hubungan ini jadi hubungan layakya orang pacaran lantaran suka sama suka.



But yeah, selalu ada masalah lagi.

Gue iseng ngebuka sebuah forum yang dia jadi anggota eksisnya. Dia pernah bilang kalau dia sempet ngepost tentang hubungan kami disitu. Tapi anjrit, gue harus login. Kepaksa gitu gue bikin email baru dan bikin akun walau gue nggak niat jadi member. Setelah sekitar setengah jam pencarian gue nemu postingan dia.dan well, asli gue mau banting komputer. N*jis bacanya.

Intinya dia ngomongin gue disitu sama orang-orang yang bahkan gue nggak kenal. Ada gitu ya orang yang ngejelek2in cewek sendiri di depan orang banyak. Untungnya nggak kenal gue (kalopun ada yg kenal, toh gue nggak kenal). Setelah itu gue nahan emosi walau empet banget. Akhirnya satu kalimat yang bikin gue langsung pengen cabut yang intinya dia berasa lebih nyaman sama mantannya si Voldermote itu daripada sama gue yang secara fisik dan sifat nggak masuk kata ‘baik’. WTF. Mati aja lo (komputer).

Gue galau lagi facebook (emang ini tempat nyaman banget buat galau) dan lagi-lagi dia menyadarinya. Setelah mendesak sedemikian hingga akhirnya gue jujur aja kalau gue baca postingan dia. Dan dia Cuma menjawab ‘oooh’

Entah inisiatif darimana,dia ngajak masak bareng besoknya. Gue pasang wajah biasa aja walau sebenernya pengen banget nyakar wajah inosen dia -___-“. Tapi serendah-rendahnya sandal jepit ternyata masih rendah harga diri gue deh kayaknya. Udah diomongin menohok jantung kayak gitu tetep deh gue yang minta maaf pas dia ngambek waktu gue diem aja pas acara masak bareng. Yeah, maki gue j*l*ng atau apapun yang sejenisnya. Gue juga bingung sama kebodohan gue yang tega-teganya mengkhianati akal sehat gue. Love not also blind tapi ternyata bikin bego juga. (sampai sekarang pun gue masih heran kenapa gue yang dibilang cerdas sama temen-temen gue kok  goblok banget masalah ginian. Gue musti kuliah lain jurusan.Psikologi cocok buat gue).



Gue merasa gue emang harus ngikutin arus hubungan ini. Jadi gue bertahan tapi tau kalau gue ini pecundang. Gue tetep ikuti permainan bodoh ini, ngorbanin perasaan bahkan berubah being someone else. Di depan dia gue nggak protes dan menganggap apapun upayanya merubah gue itu advice yang bagus buat gue tapi dibelakang, gue tereak-tereak memaki diri gue sendiri. Gue, masa 5 bulan jalan sama dia berasa gangguan mental. Gue selalu merasa punya dua kepribadian yang berseberangan yang kadang bertengkar di kepala gue. Satu ngasih gue semangat untuk bertahan, satunya lagi maki-maki gue karena masih aja stuck di hubungan aneh ini. Dan gue sering mendapati diri gue menangis hanya karena gue bingung nggak tau harus gimana. Satu menit gue udah siap nelepon dia minta putus lalu detik berikutnya gue urungkan niat dan malah berpikir positif kalau hubungan ini baik-baik saja kedepannya. Suatu hari gue inget lagi kenangan jelek sama dia dan nggak mau membayangkan sosok dia karena muak, lalu dengan segera berganti kenangan manis dan tersenyum sendiri ngebayangin sosok nya yang berdiri didepan pagar rumah.

Asli, gue berasa nggak waras.

Dan gue pengen ke psikolog (ini pernyataan jujur)

Selanjutnya, gue sering pengen kena amnesia parsial dimana ingatan tertentu gue ilang. Gue pengen ingatan tentang dia ilang. Kalau udah gitu pernah sekali gue nekat jedokin kepala ke tembok kamar. Tapi malah vertigo -_____-“ (berarti di sinetron itu bullshit! Asal jedok gak bikin lupa)

Yah akhirnya hanya gue sendiri yang bisa nyembuhin diri gue sendiri. Gue Cuma takut terkena obsessive compulsive terhadap Monki  karena gue emang ada bakat ambisius. Gue masih sering berharap suatu hari gue kecelakaan dan kehilangan sebagian ingatan yaitu ingatan tentang dia. Nggak mungkin emang tapi gue masih berharap.

Cara menenangkan diri yang ampuh adalah ketika gue bersama kelompok bermain gue di kampus yaitu si dua pecinta Korea dan Suju; Yeon Hee dan Yeong Ra (bukan nama asli mereka. cuma mereka narsis aja nyari nama Korea buat mereka sendiri -___-) lalu si Drama Queen nyebelin tapi gue peduli dan Si Nona Cantik tapi Ajaib. Kadang ada juga Miss Jilbab yang hobi nyium gue (sumpah takut gue sama ini anak) ikut nimbrung merusuhkan suasana. Masih ingat Miss Jilbab ini? Yeah. dialah orang yang dulu suka sama Mr.O. Ajaib ya? Dulu gue harus serival sama dia eeeh ujung2nya jadi sahabat juga :D. Mereka-mereka inilah yang bisa membuat gue lupa sama masalah tentang Monki tanpa mereka perlu tau akan hal itu. Yep. Mereka nggak pernah tau kalau hubungan gue dan Monki nggak sehat jadi bawannya sama mereka seneng2 (dan saling menghujat) :D



Bahkan seiring waktu pun tampaknya hubungan gue sama Monki mengarah ke arah yang ‘baik-baik saja’ . Monki memang nggak lantas dengan lantang bilang dia cinta gue atau perasaannya sudah dua arah tapi hubungan kami udah kayak orang pacaran beneran, Yah gue salut juga sih sama daya juang dia bertahan sama gue.

Tapi jujur saja, walau nampaknya akhir bahagia di depan mata tapi gue tetep nggak mau berharap banyak. Gue pernah sekali yakin akan berjodoh sama seseorang tapi ternyata itu hanya fatamorgana. Dan gue nggak mau terlalu berharap sama Monki karena jatuhnya pasti lebih sakit dari pada yang dulu.

Cukup dijalani saja. Toh nanti kembalinya juga sama yang digariskan Tuhan. Siapapun itu, gue harap dia masih menunggu. Menunggu si dungu ini berubah perasaan. Soalnya perasaan gue masih tertuju ke Monki.

Tapi kalo jodoh gue emang si Monki?

………

Ehm gimana yah?

Yah wait and see saja. Berharap jika emang dia jodoh gue, gue nggak mau tiba2 jadi ilfeel sama dia ditengah jalan ( gawat aja pas gue nikah ama dia trus akhirnya gue nggak cinta dia lagi dan ingat masa2 kelam pacaran bisa2 gue jadi penjahat dengan menyengsarakan kehidupan rumah tangga kita. Bahasa gue najis? yah apa boleh buat, gak nemu kalimat yang lebih baik :p)

Kalaupun harus berubah perasaan, gue harap secepatnya sebelum terlambat.

If this feeling would be changed another day, I won’t be regret.

Penghuni lain itu namanya "Cak Sueb"


Pernah gak denger slentingan kalo di tiap kost an pasti ada 'penunggu'nya? Gue sih udah denger kabar burung (jaman sms kok masih pake burung) kalo kost gue dulu sebelum pindah yang sekarang itu spooky banget. Tapi berhubung gue orangnya bebal ,kayaknya gue gak peduli gitu. Tapi sering merinding juga. Ternyata kedinginan.

Emang pernah kok ngerasa merinding doang. Tapi suatu malam gue baru menyadari kenyataan kalo kost gue gak cuma ada manusia.Untung aja,gue gak liat (naudzubillah..) , tapi lewat penerawangan temen kakak kost yg emang pinter liat gituan (Bukan liat gituan yang ada adegan 21 tahun keatas ya? CAMKAN ITU -___-“) Dia bisa ngeliat para penghuni ajaib itu.  Benar-benar keahlian hebat yang tidak akan pernah mau gue miliki deh. Sampai kapanpun.

Ditambah malem itu sumpah angker abis. Kronologisnya sih gue , Mbak Ria, Mbak Pewee lagi bergosip dan bercurhat di kamar gue. Tiba-tiba Mbak Esti gruduk-gruduk masuk kamar dengan muka pucat pasi dingin.



Mbak Pewee   :  Ngapain Es?                                        

Mbak Esti        : Aku nggak mau balik kamar!*Mbak Esti + Mbak Pewee satu kamar*

Mbak Pewee   : Hah? Kenapa? Ada tikus tah? (Yah namanya juga kost2 sederhana   

   tengah kota. Apalagi yang eksis selain tikus?)

Mbak Esti        : Pokoknya hari ini nggak mau! Dek aku tidur sini! (menatap gue dengan 

                          muka memelas tapi nada memerintah tak boleh ditolak)

Gue                 : (Pasrah) Oke kakak…

Mbak Pewee   : (diem bingung.tapi kemudian dengan efek dramatis,telunjuknya  diarahkan ke atas) AHA! Kamu liat cak Sueb yaaaa??

Gue                 : (kaget) HA??ADA COWOK DI KAMAR?MANAH? HAJAR  

   RAME2!GALON GUE SIAP.SAPA BAWA PISAU?SAPAAA??

Mbak Ria        : (yang tumben sedari tadi nggak heboh kayak biasanya, memegang  pundak gue menenangkan) Nggak usah Dek, yang ini bukan manusia. Udah ah, kalian nggak usah nakut-nakutin gituuu~

Mbak Esti        : Sumpah, tengkukku tadi ditiup-tiup. Hiiii/…

Gue                 : Emang Cak Sueb sapa?? Kok pada takut?

Mbak Pewee   : Penunggu kost disini

Gue                             : Pak Ri, kan? (yang ini manusia asli. Kalo siang sukanya ngepel teras)

Mbak Pewee   : bukan.yg ni nggak kasat mata. Hobinya nangkring diatas lemari.

Dan setelahnya cerita tentang mahkluk lain ini bergulir lancar layaknya bola salju. Cak Sueb, adalah salah satu hantu, jin atau apalah itu selain manusia yang menempati kost lama gue yang berjenis kelamin laki-laki (menurut penglihatan temennya Mbak Esti punya indera ke enam ketujuh kedelapan). Kalau iseng aja dia tiba-tiba bikin keributan kayak ngelempar barang terutama panci kesayangan Mbak Pewee. Tidak ada yang jelas bisa menggambarkan sosok ini, Cuma dia rambut gondrong gimbal tinggi besar dan hitam ( penggambaran umum sih, Cuma gimbalnya itu yang jarang denger. Maybe sudah kena pengaruh Rastafarian ya?) dan Hell, tubuh gigantic gitu kok hobi nangkring diatas lemari?

Kata Mbak-mbak, Cak Sueb ini masih bisa dibilang friendly lah. Ada satu kamar deket tipi yang selalu kosong jarang ditempati (kalaupun ditempati, nggak pernah bertahan lama) yang merupakan wilayah sesosok lain. Yang ini cewek. Jarang amat sangat bahkan hampir tidak pernah menampakan diri. Sekalinya menampakan diri selalu berada di atas langit-langit kamar tersebut atau jalan-jalan di ruang kumpul dan tangga. Mbak Esti , Mbak Pewee, dan Mbak Ria pernah tidur dikamar itu nemenin anak yang sebelumnya nempatin kamar itu sebelum pindah entah kemana. Pengakuan mereka sama, selalu bangun tepat pukul setengah satu malam dan merasa badan mereka seperti diikat di kasur serta sesak nafas. Kata mereka seperti tindihan. Tapi tindihan kan bisa dijelasin secara medis dan bukan fenomena gaib macam ditidurin hantu. Tapi yang nggak masuk akal kok yang mengalami bisa mereka bertiga semua?

Bahkan kata temennya Mbak Esti yang bisa ngeliat itu “Jangan sampe ganggu yang ini. Cak Sueb mungkin toleran sama kalian. Tapi Mbak Kunti (nama yang disematkan kepadanya) nggak bisa”

            Dan Mbak Eri (penghuni kost kamar samping anak jurusan Tekhnik Elektro. Penyelamat saat TV atau kipas anak2 rusak) katanya pernah menangkap bayangan sosok cewek itu, dan gue lupa ceritanya gimana, tapi yang jelas itu cewek menampakan diri. Di cermin atau di mana gitu. Ciri-cirinya sih umum ; rambut panjang dan pake gaun. Kadang Mbak Esti juga mergokin lampu antik diruang kumpul2 itu bergoyang. Bukan sejenis goyangan diterpa angin atau goyang Karawang (?) tapi goyangan cepat seperti digerakan sesuatu.

            Lalu selanjutnya setelah cerita seram itu akhirnya kita sepakat ke kamar mandi ditemenin secara bergantian.Mbak Esti akhirnya jadi  tidur di kamar gue sedangkan Mbak Pewee memutuskan untuk mengasah nyali tidur sendirian di kamarnya yang ada Cak Sueb. Pertama sih gue bisa tidur tapi kemudian hampir tengah malam dan suasana sepi gue tiba-tiba terbangun karena haus. Tiba-tiba di jendela pemisah antara kamar gue dan kamar Mbak Pewee gue menangkap sosok berjalan. Oke, nggak jelas emang soalnya itu jendela kacanya buram. Tapi gue nggak mau mikir macam-macam selain pikiran kalo itu adalah sosok Mbak Pewee yang kebetulan terbangun karena haus juga atau apapun itu. Gue memutuskan tidur lagi, dan entah kenapa, tidur gue nyenyak -_____-“

Gue bukannya nggak percaya ya, gue percaya aja kok kita ini tinggal nggak sendirian. Tapi karena gue ini sejatinya penakut makanya gue nggak mau mikir ada ‘itu’ didekat kita. Bukannya kenapa-kenapa, tapi nakutin kan pas kita percaya kita sendirian tiba-tiba ada yang iseng nampakin diri? Anggap aja kalau ada manusia tak dikenal (hidup, padat, berbentuk, bernafas) iseng banget menampakan diri di tempat pribadi kita seperti kamar. Sensasi kagetnya sama kan? Nah… apalagi kalo yang nampakin diri nggak jelas bentuknya.

Tapi satu hal yang gue simpan dari kakak-kakak senior ini, gue kadang kalau sendirian sering mencium aroma pandan+kenanga+melati. Itu adalah aroma khas pengantin Jawa. Well, tapi seperti biasa, gue nggak mau berpikir aneh-aneh. Anggap saja memang ada kondangan di manapun itu yang aromanya sampai nyasar ke tempat gue. That’s it.

it starts with...


Tanggal 1 Juni 2011 (beberapa minggu lalu J), sekitar jam 12 siang di rumah Nona J.

I’m officially unavailable.

I’m officially with Monki

How comes?

Yeah. Setelah ditolak sedemikian rupa, gue masih dekat sama Monki, walau aneh juga rasanya. Sebelum tanggal keramat diatas, gue masih fb an sama dia tapi nggak pakai kata-kata romantis.. Gue sih makin sering SMS dia walau dibalas ala kadar. Bener-bener gue berasa biasa aja. Gue sempat meragukan analisis Miss G kalau gue terserang sindrom jatuh tindja. Maybe kata Bang Rhoma gue ini cuma penasaran doang. Akhirnya gue lebih percaya yang terakhir.

Tapi kenapa gue masih berasa cemburu ya kalau dia adu komen sama cewek lain?

Pasti ada yang salah sama perasaan gue.                

Dan gue kebawa arus para ABG labil dengan menemukan diri kalau gue terserang virus G-A-L-A-U. dan itu tertuang jelas dalam status-status facebook gue. Dan sialnya dia baca. Dan sialnya dia menanggapi.

Setelahnya dia SMS dengan menekan gue, apakah gue yakin mau menyerah padahal dia masih membuka peluang, akhirnya kita sepakat rujakan di rumah Nona J. Nona J adalah temen SMP gue, dan sahabat mantan gue, parahnya dia juga dekat sama Monki

Hidup gue norak!



(Gue sempet dinasehatin Nona J akibat kedekatan gue sama Monki itu membuat mantan gue sebal. Gue ngasih pengertian ke Nona J kalau itu bukan sepenuhnya salah gue. Kita udah putus lama walau masih ngganjal. Dia sudah punya pacar, dan Monki sama gue cuma teman. Kenapa dia harus sebal akan hal itu?)



Akhirnya acara rujakan terancam gagal karena Nona J dan Monki mengundang mantan gue juga. Gue kesel sih tapi gak ada hak. Gue mending gak dapat kepastian dari Monki deh soalnya gue belom siap ketemu mantan. Eh, ganti Monki yang marah.

Yeah, daripada nambah musuh, gue tabahin perasaan gue. Gue siap mental kalau misalnya ada rencana tersembunyi dari mereka. Saat itu gue bener-bener judek.

Tapi pas acara, ternyata mantan gue nggak datang. Gue pengen nyium tanah penuh syukur :D Tapi tetep… gue belom siap ketemu yang satunya.

Tanggal 1 Juni 2011. Rujakan resmi bertiga. Ini bener-bener rujakan teraneh menurut gue.Sepi. Jadi gue memojokan diri sambil maen hape. Dia dan Nona J liat film di laptop.

Kadang gue nyuri-nyuri pandang. Menganalisis. Gue gak nemu kelebihan fisik apapun. Dia bukan tipe gue. Bahkan dia nggak mirip sama Mike Shinoda -____-“ Lalu, kenapa pas ketemu gue salting, berdebar-debar riang, galau, dan ada kembang api di dada gue?? (berasa Fireworks nya Mbak Katy Perry)

Entah inisiatif darimana, akhirnya kita maen kartu remi. Yang kalah dibedakin. Saat itu suasana jadi mencair. Tapi tetep ada benteng tak terlihat.

“Sebentar, gue kebelakang.”

Nona J berdiri sambil senyum-senyum iblis. Gue curiga tapi cuek. Karena gue nggak tahu musti gimana, gue maen mp3 di laptop saja.

“Matiin lagunya.”

Tiba-tiba dia nyuruh layaknya juragan dan gebleknya gue nurut. Akhirnya dia mulai nanya.

“Kalau kita jadian, lo mau gimana selanjutnya?” tanyanya.

Bengong dengan suksesnya. Anjrit. Gue belom siap Komandaaaaan :@

“Eh? Ehm.. yo biasa-biasa aja kayak biasanya. Tapi kita punya status jelas. Intinya kita resmi bersama tapi prakteknya biasa saja” jawab gue asal. Gue butuh konsultan deh untuk ngasih jawaban.Dia diam, senyum aneh yang bikin merinding. Lalu dia nyusul Nona J kebelakang. Alamak… apa pula maksud pertanyaannya tadi?

Yah sudahlah, walau tetep ditolak nggak sepatutnya gue merana. Gue cewek (akhirnya sadar) dan hello… kita adalah mahkluk yang dicari, bukan mencari. Jadi kalau gue nembak Monki, gue anggap kekhilafan yang NGGAK BAKAL gue ulangi lagi.



“aku bukan pengemis cintaaaaa…..” ( Well, tiba-tiba kepikiran lagunya Johny Iskandar)



Monki kembali, dan lantas mengajak ngobrol lebih serius lagi diluar (please deh, yang tadi itu udah uji nyali, eeeh lah kok tambah dibuat serem lagi???)

Dan dia mulai talk about us, especially about me.

Dimulai gue harus ngerubah penampilan dan ngurusin badan

Asli dari situ gue berasa dunia tiba-tiba hening. What?

Lalu bla..bla..bla..bla…. semua masuk lewat kuping kanan keluar lewat CO2. Gue nggak mau denger kata-katanya. Anggep ya, ya,ya..oke..oke.. yang jelas gue sebel.

 Lalu dia nerima gue. Lewat SMS.

Gue meringis dalem hati.

Gue sukses dapetin Monki , my happy ending.



Wait, happy end?

One More for Love (?) *bukan lirik lagu Five for Fighting*


Oke , gue mulai dari mana ya kisah sinetron gue kali ini -___-“

Err masihkah kalian ingat kepada Pangeran Kodok?

Nggak? Nggak inget sama sekali?

Wait, sebelum kalian semua bilang ; “Ooooh, yang main sinetron sama Yuki Kato itu kan?” “Bukannya itu pacarnya Putri Keong?” “Kyaaa…Justin Bieber (?)”

Bukan. Bukan si Pangeran Kodok dari sinetron anak-anak SD-SMP itu.

Coba deh scroll lagi kebawah. Ketemu?

Ya Tuhaaaan, Cuma jarak dua postingan!!! Oke gue review lagi ingatan kalian dengan beberapa clues: menyangkut perasaan biadab bernama ge er. Cowok dari notes. Maen sinetron sama gue.

Dan gue anggap kalian inget (gue males deh ngejelasin panjangxlebar=luas).



Oke, sebaiknya nama Pangeran Kodok diganti saja ya, siapa tahu sudah diklaim sinetron sebelah(padahal duluan gue yang pake -____-“) Pangeran Kodok resmi berganti menjadi Monki



(dan jangan nanya gue kenapa gue kasih nama kayak gitu)



Setelah kejadian memalukan lewat SMS itu,kita sempet ketemuan pas ngerayain Taun Baru di rumah gue sama tetangga gue. Nggak berduaan sih, rame-rame. Jadi gue bawa temen sekolah dulu, trus tetangga gue bawa temen sekolahnya yang salah satunya adalah Monki. Begitu pertama ketemu  sih gak ada perasaan apa-apa. Just “Yeah, there he goes” atau semacam itu tanpa disertai perasaan aneh-aneh. Sumpah saat itu perasaan gue biasa aja ketemu close friend on fb but stranger in reality.

Akhirnya, gue nyoba-nyoba deketin dia (bukan ngegoda dia) dan berusaha menemukan keakraban yang kami dapat lewat fb. Asli saat itu gue agak berasa aneh soalnya kedekatan itu nggak berasa di dunia nyata. Maksud gue, kalau bisa berteman lewat fb ngapain jadi stranger di dunia nyata? Tapi ternyata dia harus cabut jam 9 malam. Hello… Cinderella aja jam malamnya jam 12 Mas. Tapi ya sudah. Toh dia pergi perasaan gue ya biasa aja.

Setelah malam taun baru tiiiis kita nggak berhubungan lagi (didunia per ef be an maupun di SMS karena gue dengan santainya tidak punya handphone semenjak yang terakhir rusak dengan nista) otomatis gue dan Monki lost contact. Gue taunya Monki putus sama mantannya. Gue takutnya sih gara-gara postingan kita tapi ternyata ada masalah lain sama ceweknya.

Lalu, entah ada badai darimana atau dia habis mimpi apa, dia tiba-tiba mulai comment lagi di status. Jujur saja gue waktu itu sempet amnesia siapa ini orang -___-“ (sorry ya :p)

Yah gue mulai deket lagi sama dia. Lalu dari setiap komen yang dia post nggak berubah gebleknya manggil gue beb, hunny, dsb dsb. Kadang dia iseng SMS sekali (doang)

Tidak ada yang salah saat itu.

Yang salah adalah ketika gue merasa memiliki dia gara2 panggilan sayang dia dan ajakan dia untuk ikut reuni kelasnya. Juga ada yang salah ketika dia mulai chatting dan curhat kecil-kecilan.

Awalnya gue nerima secara wajar, toh dia bukan satu-satunya cowok yang melacur (melakukan curhat woi .Entah kenapa, para cowok dari gue SMP mpe kuliah kalau curhat larinya ke gue. Bahkan ada yang mpe nangis. Gue berasa kayak Mama Lorens) Lalu ketika gue dapet hape baru setelah delapan bulan menjanda hape, dan gue minta nomernya ke sahabat gue Nona J dan Nona L (gue sih nggak berharap dikasih nomer dia pas minta nomer anak-anak lain, tapi dikasih juga :p)  SMS an lagi sama dia. Tapi jaraaaaaang banget. Dari iseng-iseng chatting sama dia itu entah kenapa gue merasakan ada percikan aneh. Berasa klop kalo sama dia. Tapi gue tetep berpikir logis, bahwasanya mungkin ini ada kaitannya sama perasaan beberapa taun lalu yang masih jadi noda membandel. Perasaan cari pelarian.

Tapi gue mikir lagi; si Mr.O sudah mulai PDKT lagi dan udah berani ngajak duduk sebangku pas PLK ke Jakarta. Dan perasaan gue biasa-biasa saja. Cenderung muak.

Lalu ketika melihat nama nicknya Monki di bar chat , bawaannya pengen ngajak ngobrol walau jarang balesnya. Entah apa yang dilakukannya mengaktifkan chatting tapi nggak pernah nyambung kalo diajak chat -___-“

Bolak-balik gue hapus nomernya Monki agar menahan diri untuk tidak mengSMS dia dan menyadarkan diri bahwa gue masih mau jadiin dia salah satu korban ide gila Neo (tapi akhirnya gue sadar sepenuhnya, hei jadiin dia pengganti buat apa? Ngegaet Mr.O lagi? Bahkan perasaan semacam suka ataupun dendam pun nggak ada lagi)

Dan Oke, akhirnya gue yang mulai SMS dia duluan walau jawabnya ala kadarnya. Oh, dan gue seneng banget pas dia telepon untuk pertama kalinya untuk memastikan keadaan gue di Jakarta (nyari arsip). Well, seperti berasa “waaah… kita berada di kota yang sama tapi dia telepon menanyakan kabar? Oh sweet”



Perasaan itu tapi sempet menjadi kekesalan karena dia nggak menghargai pelajaran yang gue junjung tinggi saat kuliah, sejarah. Aneh banget gue, gue nggak akan sebegitu ngototnya kalau orang lain yang kek gitu. Gue kan manusia spesies cuek Tapi sama dia kok bawaannya kayak kecewa gitu ya?



Tapi kemudian, dengan tanpa bersalah dia mulai komen-komen status lagi. Mulai nimbrung lagi mengganggu eksistensi gue di fb. Dan gue nggak terganggu justru senang sekali tidak akan berakhir konfrontasi (toh gue gengsi minta maaf duluan) Dan mulai curhat. Suatu malam, curhat panjang lebar untuk pertama kali nya dan topiknya adalah ‘bagaimana menghindari mantan yang mulai mendekati lagi” Nah. Pas banget sama kondisi gue. curhatan itu berlanjut mpe SMS. Asli gue seneng



Tapi satu kalimatnya nya yang mengganjal pas chatting sesi curhat itu “andai ada cewek yang rela nangis seperti (gue) itu ke aku”

.

 Tapi kemudian ada perasaan lain yang nggak pengen gue punya :cemburu. Gue cemburu sama cewek-cewek yang deket di fb dia yang nggak gue kenal. Gue maen spekulasi kalo itu gebetan dia. Gue cemburu pas dia bilang kalo mantannya sering SMS atau telpon nggak jelas. Dan gue marah sama diri gue sendiri.



Akhirnya gue curhat sama temen SMA gue yang dulu jadi ibunya anak-anak, I call her Miss G(I miss her so much :*) dia bilang “ Zi, itu namanya cinta (I hate that word!). Mending gini deh tabok dia dan teriak di depan wajahnya kalo lo suka sama dia. Asli deh, itu gaya lo banget” dan yah, itu adalah gaya mengungkapkan perasaan paling keren sekaligus brutal menurut gue. Tapi gue menyampingkan kenyataan kalau Miss G itu ngasih sarannya dalam kapasitas bercanda. Intinya : gue GAK HARUS melakukannya.



Tapi kepalang tanggung. Menurut gue dia bukan tipikal cowok yang akan menyatakan duluan atau tipe yang sensitive terhadap lawan jenis, maka dengan ganas gue nembak dia dengan awalan “I WANNA SLAP YOUR FACE!” lewat SMS. Gak romantis? Bar-bar? Premanisme?Bodo Amat.

Dan gue setelah merelakan harga diri tergadaikan, menikmati reaksi bingung dan bodohnya, dan hanya bermaksud mengungkapkan perasaan saja agar gue tetap waras berakhir ditolak.

Ditolak karena gue gak ada alasan apapun untuk suka sama dia, dan sampai sekarang pun gue masih nggak tau alasan gue apa bisa suka sama dia.

Apakah butuh alasan untuk menyukai seseorang? Bagi gue yang selalu berpikiran abstrak, nggak Dan. bagi dia yang berpikiran logis, iya.

Tapi dia masih menggantungkan keputusannya.

Hal itu bener-bener aneh bagi gue yang idealis. Perasaan itu nggak ada yang abu-abu buat gue. Kalau hitam ya hitam. Kalau putih ya putih. Kalau lo nolak ya udah, nerima alhamdulillah. Nggak ada yang namanya ngegantungin kek lo ragu antara beli satu baju apa nggak trus lo tinggal buat nyari baju lain yang maybe lebih bagus. Kalo nggak ada lo balik lagi dan ambil baju pertama. Menurut gue sih kayak gitu.

Well, yeah. Maybe he’s not in my story. Setelahnya entah karena syok, sedih yang bereaksi lambat, atau perasaan terbebas dari kegilaan sesaat, gue tenang-tenang saja. Melanjutkan makan malam bersama temen-temen BEM di food court tanpa ada perasaan apa-apa. Menghela nafas dalam dengan tenang “ternyata akhirnya kek gini. Ya sudah.”



Tapi apa yang gue kira berakhir begitu saja ternyata bersambung tanpa arah.

Bloody,flesh,leather..errr..


dasar tukang jagal maniak gila


Kakak kost gue,sebut aja Mbak Peewee ,adalah sosok umur 23 taon didalam tubuh anak 15 taon. Mungil,putih,manis,rambut kayak Geum Jan Di nya film Drama Korea Boys Before Flower. Definitely, she's so cute.

But don’t judge the book by its cover, yah..itu semua hanya kamuflase.

Dia ntu punya hobi yg gak stabil.



Hah?



Eer,dia hobby banget liat film2 thriller bantai2 an. Sebut saja salah satunya, SAW series. Semua film yang menayangkan pembantaian itu bisa dilahapnya layaknya kita nonton sinetron (wait, I'm not kindda watching sinetron ya... Cuma wajar nggak sih liat orang dimutilasi dengan santai??)



Dan dia always pasang wajah 'biasa saja'. datar. tiss statis gak berubah. lempeng gitu kalo liat film2 pembantaian. Kadang dia berseru senang seakan itu pertandingan bola dimana moment gol tercipta. Atau kadang komentar dengan saklek “Kenapa harus gitu sih? Coba kalo korbannya dixxxxxx atau dixxxxxxx dulu. Lebih seru. Ini mah terlalu cepet matinya.” Tuh. Psiko gila.

 Mungkin sebagian orang akan menganggap film2 semacam SAW atau Texas Chainsaw Massacre adalah keren. Film2 yang bisa membuat penontonnya memiliki strata lebih tinggi daripada yang sekedar liat film action Jackie Chan. Bahkan di status facebook temen gue ada yang mengatakan kalo liat film The Raid nya Iko Uwais (menurut gue film itu emang sadis tapi masih bisa gue tolerir dan harus gue akui seru) itu nggak sebanding sadisnya dari film SAW yang selama ini dia lihat. Katanya The Raid itu berasa liat Happy Tree Family (Kartun yang tak akan pernah gue lihat).

Tapi bagi gue, film seperti itu nggak keren. Asli. Biarpun itu film efeknya nyaris seperti sungguhan atau banyak yang bilang ‘lo nggak liat SAW, lo nothing’ bagi gue film seperti itu nggak akan membuat gue kagum. Jujur saja, gue ini mungkin nyalinya ciut. Atau punya penyakit dimana melihat darah akan lemas seketika. Melihat tikus yang ditenggelamkan atau dibakar hidup-hidup saja sudah membuat gue muak. Pernah gue mau kolaps gara-gara membawa darah dari PMI buat ibu gue yang dirawat di RS. Ada perasaan seperti ini “gue lagi membawa benda yang seharusnya ada dalam tubuh. bukan diluar tubuh.” 

Maka dari itu ketika melihat film2 pembantaian ada perasaan menggelisahkan ketika melihat orang lain disiksa sebelum dibunuh. Pernah kepikir bagaimana kalau yang dibunuh itu orang kita kenal? Bahkan dekat dengan kita? Atau bahkan kita sendiri? Yap. Gue selalu mikir (padahal gue udah mati2an menghindari pemikiran ini) kalau posisi si korban adalah gue. Apa yang musti gue lakukan? Jelas nasib gue antara kematian dan menanti keajaiban.

Tuhan, nggak menciptakan kita dalam sehari (walau Dia bisa melakukannya) ada proses dimana kita dari daging dan darah ke bentuk sempurna dan butuh waktu seenggaknya 8-9 bulan. Tapi di film-film itu sepertinya nyawa itu bisa dibeli di toko. Jadi nggak masalah gitu kita nyiksa2 hingga dia mati. Nggak berharga sama sekali.

Proses kematian yang seperti itu yang sebenernya nggak bisa gue terima, walau di dunia nyata pun ada proses kematian yang sadis. Tapi sangat disgusting sekali proses kematian yang sadis itu dijadiin hiburan. Ditonton dan dikomentari. Playing God banget, kayak kita bisa bikin nyawa dan mempermainkan nyawa.

Tapi biasanya di film2 , yang dibantai kan orang jahat?

Biasanya film yang pernah gue lihat (dengan terpaksa), pembunuhnya yang penjahat gila.

Tapi di film SAW nggak. Kebanyakan orang jahat.

Dr. Saw kan gila. Lalu apa guna hukum?

Hukum nggak guna buat orang kayak gitu! Bantai aja!

Trus, kalo udah dibantai apa akan menyelesaikan masalah2 lainnya?

Seenggaknya berkurang sampah masyarakat.

Hmm, pembunuhnya juga penjahat. Bisa2 dia bunuh orang gak berdosa juga.

Pokoknya kan bukan gue yang bunuh.

Tapi ikut menikmati pembunuhan itu kan? Apa itu membuat lo jadi bebas dosa?

Menurut gue, kematian tetap milik Tuhan.

Itu kan cuma film!

Banyak kok pembunuh betulan yang terinspirasi film.

Yang penting gue nggak, kan?

Yah, walaupun gue mau koar2 kalau film2 itu nggak keren, juga nggak akan menghentikan para penikmat film2 tersebut untuk tetap menonton. Ini memang masalah selera dan persepsi. Selera gue memang film2 thriller (bukan sejenis yang menampilkan adegan penyiksaan), sejarah atau yang muter otak macam The Prestige dan Saving Private Ryan. Persepsi gue mempermainkan nyawa manusia pake instrument penyiksaan itu bukan hiburan. Penikmat film nggak ubahnya penikmat musik, beda2. Jadi yaaah, gue cuma bisa ngejudge “Film pembantaian itu nggak keren’’ tapi bukan hak gue melarang orang yang mau melihatnya untuk melihatnya. I’m just showing my opinion.

PS. Walaupun Abang Chester Bennington tercinta pernah main film SAW, gue GAK AKAN PERNAH mencoba melihatnya. Liat orang lain disiksa aja ogah apalagi orang yang gue cintai? :p


Sunday, April 8, 2012

[HOLIDAY WRITING CHALLENGE] Pindahkan Genrenya! :Funny Feeling

 Funny Feeling, by Dilla Rosa
 Hal.189-190

Intruder sialan! Terbuat dari apa sih mereka?
Aku terus berlari menuju aula utama Rosa Azura Academy dan mengutuk dalam hati betapa luasnya lorong-lorong di sekolah ini.Ujian kenaikan level penyihir ke level 4 ini memang gampang ; kami harus membawa masing-masing satu kantong berisi telur-telur pixie sebelum mereka menetas ke aula utama. Pixie adalah mahkluk pengganggu yang kadang bisa sangat buas dengan memakan daging manusia jika musim kawin.Telur yang kami bawa akan menetas sekitar satu jam lagi. Guna dari aula utama adalah mematikan telur itu sebelum menetas, karena aura resistansi aula utama terhadap sihir sangat mengagumkan (selain itu berfungsi sebagai penangkal sihir hitam yang sewaktu-waktu menyerang sekolah kami).Yah, waktu satu jam itu memang bukan masalah. Masalahnya adalah aku harus berlari sambil menghindari serangan para makhluk buatan bernama Intruder. Intruder mungkin saja hanya puppet yang dikendalikan oleh penyihir level atas disuatu tempat,tetapi punya kekuatan melumpuhkan (untungnya cuma itu yang mereka punya). Tapi masalah besar lainnya, jumlah mereka nggak main-main banyaknya. Kekuatan melumpuhkan mereka bisa membuat kami gugur dan terpaksa mengulang semester depan. Aku sudah melihat Sebastian gugur padahal sihir apinya lebih bagus dari yang lain gara-gara dikeroyok 4 intruder dan Celeb masih bertahan dengan sihir es nya. Dan aku, dengan keahlian sihir penyembuh satu-satunya yang bisa kuandalkan harus bertahan dengan lari dan bersembunyi. Pathetic.
            Arunee, kau harus lulus kali ini, gumamku dalam hati. Aku sedikit menyesal mengetahui rahasia sekolah asrama ini setahun lalu dan membuatku terpaksa harus menjadi muridnya. Pada awalnya aku hanya siswi SMA biasa yang terlibat insiden dengan Keane, siswa Rosa Azura Academy. Sebuah sekolah asrama internasional (Cuma kedok sih). Untuk membuatku tetap tutup mulut, First si Kepala Sekolah memaksaku masuk sekolah ini dan aku ikut terseret masalah di dalamnya. Tapi setidaknya aku menyadari aku punya bakat sihir. Sedikit.
            Aku memang sering mengalami kesialan disini dan bahkan aku harus terpeleset disaat ujian seperti ini. Menimbulkan suara bedebam keras dan aku merasakan kakiku sakit. Aku terkilir. Sial!Sial!Sial! Aku bisa mendengar langkah berat Intruder semakin dekat. Aku mengeluarkan segenap tenaga untuk menyembuhkan kakiku. Ya Tuhan, bisakah waktu berhenti untukku? Tapi kemudian aku terkejut. Seseorang tiba-tiba menarikku dan membawaku berlari dengan menggendongku. Keane. Seharusnya aku tidak terkejut. Tapi aku masih berdebar ketika bersamanya. I’m still feeling funny about him.Aku hanya mampu diam saat dia menggendongku. Ini sah nggak sih kalau ke aula utamanya sambil digendong kakak kelas?
            So?” aku membuka percakapan. Kalau nggak aku bisa pingsan karena tegang dan kesakitan. Keane diam.
            “Arunee, banyak ya yang rasanya harus dikejar antara kita berdua.” Akhirnya Keane menjawab. Tapi jawabannya aneh.
            “Maksud loe—eh, maksud kamu?” Damn!Kelamaan liburan pulang kampung malah membuatku kembali ke bahasa loe-gue.
            “Udah lama nggak ngobrol pakai aku-kamu ya?” ejek Keane angkuh.
            “Maksud kamu tadi apa?Banyak yang harus dikejar?Apa yang harus dikejar?”tanyaku kesal. Sadarlah, dalam keadaan seperti ini kita lah yang dikejar tauk!
            “Banyak. Aku pergi tanpa bilang apa-apa, aku nggak ada pas ulang tahun kamu, aku nggak ada pas kamu sakit---“ Tiba-tiba kata-katanya terputus, serangan Intruder hampir mengenai kami. Keane melancarkan mantra petir sambil mengumpat.
            “Wah itu sih jangan dipikirin. Beneran deh, I’m completely fine, kok” Aku berusaha membuatnya fokus tapi pikiranku sendiri kemana-mana. Aku tahu dia menghilang kemana sejak dua bulan lalu. Kepala Sekolah First memberitahuku bahwa  Keane harus kembali ke Kerajaan Armaina, kerajaan kecil penyeimbang dunia sihir dan dunia ‘normal’ karena ada gangguan disana. Walau statusnya masih siswa, tapi dia termasuk prajurit Alfa Grande karena sudah menguasai sihir level 7. Jadi, tahu kan penyebab sifat arogansinya itu darimana? Yang nggak fine dari itu semua adalah dia disana sama Nada, bangsawan Armaina yang dijodohkan dengannya. I’m trying to understand bahwa mungkin Keane hanya menganggapku adik. Semua perhatiannya yang ditunjukan dengan cara yang aneh hanyalah fatamorgana. Lagian siapa sih aku dibanding Nada?I’m nothing.Aku terlalu berharap. Namun aku berharap dia nggak akan membantuku lebih jauh lagi di ujian ini. Itu akan menimbulkan masalah bagi kami.
            “Arunee, kasih aku kesempatan.” Gumam Keane sambil mengatur nafasnya. Aku berusaha mencerna kata-katanya, tapi yang dilakukannya justru membuat pikiranku mati ditempat. Dia mencium ujung kepalaku. Aku terbelalak. Otot-ototku kejang, hentakan langkah Keane yang menggendongku tidak terasa di tubuhku “Because I chose you… Itu kalau perasaan kamu ke aku belum berubah.” Keane terus berbicara. Dia sadar nggak sih kita lagi dikejar puppet dan membawa telur yang nggak boleh menetas?Bahkan keberadaannya disini itu pelanggaran. Belum lagi membantuku ujian dan menyatakan cinta padaku padahal dia tunangan bangsawan? Aku harusnya tahu bersekolah disini itu petaka! Lalu aku mendengar bunyi itu. Bunyi ‘krak’ halus dan mengerikan.
            “Arunee, would you give us a chance?” Keane kembali bertanya. Tapi aku terlalu takut menjawab.Aku sepenuhnya mendengar bunyi retakan ringan di kantung yang ada dipinggangku. Ya Tuhan, tidak… telur-telur itu akan menetas.
            “Arunee?” Keane menatapku, dan terkejut melihatku menangis. Kebingungan dan ingin bertanya, tapi kemudian dia terpaku. Ia juga mendengar suara derak yang menggelisahkan itu. Sambil mengumpat berkali-kali, ia memelukku erat dan berlari sekuat tenaga. Sesekali dia melancarkan berbagai mantra kepada Intruder yang ditemuinya.
            Aku tetap menangis walau Keane dengan caranya yang lucu membentak sekaligus membujuk pasrah menenangkanku. Aku tahu aku sudah gagal dalam ujian ini. Jika nanti telur ini tidak jadi menetas, digendong Keane sampai aula utama sudah menjadi alasan kuat aku harus mengulang semester depan.
            Tapi ada secuil perasaan lega dihatiku. Keane memilihku. Aku tidak peduli lagi jika Nada akan terus mengibarkan bendera perang dan mengintimidasiku. Aku tidak peduli. Setidaknya pernyataan Keane ini akan membantuku melewati ujian semester depan.
            Yeah, if it’s end, I’ll say I want to give us another chance.